Jumat, 17 Juni 2011

POKOK-POKOK PIKIRAN PENANGANAN PERSOALAN LIMBAH INDUSTRI di LAMPUNG TENGAH

Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu wilayah yang banyak memiliki industri. Berdasarkan data dokumen Prokasih Bapedalda Lampung Tengah, tercatat terdapat sekitar 46 industri yang ada di Lampung Tengah. Suatu jumlah yang cukup besar. Tentunya ini merupakan potensi bagi Lampung Tengah untuk meningkatkan pendapatannya bagi pembangunan wilayahnya dan juga penyerapan tenaga kerja.

Jika dikaitkan dengan persoalan dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dengan keberadaan industri tersebut, ada bahaya yang sangat potensial menjadi ancaman. Bahaya tersebut adalah pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh pabrik-pabrik tersebut, dan potensi tersebut di beberapa tempat sudah menjadi kenyataan, dengan timbulnya pencemaran yang disamping mengakibatkan rusaknya lingkungan juga merugikan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan pabrik tersebut.

Pencemaran lingkungan akibat limbah industri yang pernah terjadi di wilayah Lampung di antaranya sebagai berikut :

  1. Pencemaran Sungai Way Terusan dan Sungai Way Seputih yang diakibatkan limbah dari PT. Indo Lampung Distilery pada tahun 1998.
  2. Pencemaran sungai Way Pegadungan dan sungai Way Seputih akibat limbah PT. Eka Inti Tapioka dan PT. Wira Tapioka.
  3. Pencemaran sungai Way Seputih akibat limbah PT. Ve Wong Budi Indonesia, PT. Sinar Bambu Mas, dan PT. Budi Acid Jaya, pada tahun 1999.

Contoh di atas merupakan bukti bahwa ada potensi ancaman bencana yang ditimbulkan dari kehadiran pabrik-pabrik di wilayah Lampung Tengah. Jika ini dibiarkan terus berlanjut, dikhawatirkan kerusakan lingkungan di Lampung Tengah akan semakin parah, terutama wilayah daerah aliran sungai, karena sebagian besar limbah pabrik-pabrik tersebut dialirkan ke sungai-sungai yang ada di sekitarnya.

Padahal sungai-sungai tersebut juga merupakan andalan masyarakat sekitar sebagai sumber mata pencaharian mereka, terutama yang berprofesi sebagai nelayan sungai. Belum lagi ditambah dengan manfaat sungai tersebut untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari penduduk. Artinya sungai-sungai tersebut harus dilindungi kelestariannya karena fungsinya yang sangat besar bagi penduduk sekitar. Dalam Perda Propinsi Lampung No.10 Tahun 1993 juga dikatakan bahwa sungai-sungai yang sering tercemar, seperti sungai Way Seputih dan Sungai Way Pengubuan, dijadikan sebagai kawasan kritis yang perlu dipelihara fungsi lindungnya untuk menghindarkan kerusakan lingkungan (pasal 30).

Ada beberapa faktor yang membuat sering terjadinya pencemaran akibat limbah industri, yaitu:

1. Hampir seluruh pabrik yang ada di Lampung Tengah tidak memiliki sarana pengelolaan air limbah (IPAL) yang memenuhi standar yang berlaku, bahkan ada pabrik yang hanya memiliki bak penampungan limbah sebelum dibuang ke badan sungai.

Padahal keberadaan IPAL yang memenuhi standar merupakan prasyarat mutlak untuk menghasilkan limbah yang dapat dibuang ke badan alam. IPAL sangat penting sebagai alat untuk melakukan pemrosesan air limbah sehingga tingkat bahaya dari limbah tersebut jika dibuang ke alam sudah berkurang. Artinya jika IPAL yang ada tidak memenuhi standar yang berlaku, maka potensi untuk terjadinya pencemaran sangat besar.

2.  AMDAL atau UKL/UPL hanya menjadi dokumen sebagai legitimasi izin operasi pabrik.

Dalam AMDAL atau UKL/UPL sebenarnya sudah dibuat rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan dari dampak yang ditimbulkan pabrik tersebut. Akan tetapi kenyataannya rencana-rencana tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh perusahaan-perusahaan tersebut.

3.    Ada perusahaan yang tidak memiliki AMDAL atau UKL/UPL.

Kenyataan ini sungguh memperihatinkan, karena itu semua merupakan prasyarakat beroperasinya sebuah industri seperti yang dijelaskan dalam UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelelolaan Lingkungan Hidup pasal 15 ayat 1 "setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki anĂ¡lisis mengenai dampak lingkungan hidup". Atau seperti yang dijelaskan dalam pasal 13 ayat 2 SK. Menteri Perindustrian No. 250/M/SK/10/1994 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Pengendalian Dampak Terhadap Lingkungan Hidup Pada Sektor Industri, yang menyatakan: "Izin Tetap dan Izin Perluasan dari kegiatan usaha industri sebagaimana dimaksud pada pasal 5 dapat diberikan setelah penyusunan UKL/UPL oleh Pemrakarsa".

4.    Tidak ada penegakkan hukum terhadap pihak pencemar

Hal ini juga yang menyebabkan begitu seringnya terjadi kasus pencemaran lingkungan. Pemerintah atau aparat penegak hukum tidak melakukan upaya penegakkan hukum yang jelas terhadap pihak pencemar, padahal jika ini dilakukan tentunya akan merupakan bentuk pressure terhadap perusahaan pencemar dan tentunya akan mengurangi angka pencemaran yang terjadi.

Contoh kasus misalnya, pihak pemda tidak memberikan sanksi administrasi kepada PT. Ve Wong Budi Indonesia atau PT. Sinar Bambu Mas, yang berdasarkan uji sampel limbah yang dilakukan Tim Prokasih Lampung Tengah, ternyata memiliki limbah yang berada di atas baku mutu yang ditetapkan.

5.    Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan AMDAL

Masyarakat yang berada di sekitar lokasi pabrik tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan AMDAL. Padahal merekalah yang bakal terkena dampak dari kehadiran pabrik tersebut. Seringkali yang dilibatkan hanya aparat desa setempat, padahal mereka belum tentu mewakili keinginan masyarakat setempat. Pelibatan masyarakat di sini sangat penting untuk mengetahui apakah masyarakat setempat menerima kehadiran pabrik di lokasi tempat tinggal mereka, juga untuk membuat penyusunan rencana pengelolaan dampak lingkungan yang lebih menyeluruh.

6.    Pemerintah tidak memberikan informasi lingkungan kepada masyarakat

Salah satu tugas pemerintah dalam UU No.23 Tahun 1997 adalah memfasilitasi informasi lingkungan kepada masyarakat. Akan tetapi ternyata tugas ini tidak dijalankan, sehingga masyarakat tidak paham akan kondisi lingkungan di sekitarnya. Sehingga peran kontrol terhadap kelestarian lingkungan yang diharapkan dari masyarakat tidak tercipta.

Beranjak dari kondisi di atas, kami WALHI Daerah Lampung, sebagai organisasi yang memiliki komitmen untuk mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup mengusulkan beberapa hal yang dapat dilakukan secara bersama-sama untuk memperbaiki kondisi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Lampung Tengah.

Agenda yang harus dilakukan untuk menuju tujuan tersebut yaitu:

1.    Melakukan pendataan kondisi seluruh pabrik yang ada di Lampung Tengah.

Pendataan ini mencakup:
- Kondisi sarana IPAL pabrik
- Perizinan
- Dokumen AMDAL atau UKL/UPL
- Produksi, bahan baku, serta kapasitas produksi
- Peta sebaran industri

Pendataan ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah pabrik-pabrik yang ada tersebut sudah memenuhi kriteria tentang pengelolaan dampak lingkungan yang ditetapkan atau tidak. Data yang diperoleh menjadi basis rekomendasi langkah selanjutnya yang mesti dilakukan.

2.    Melakukan tindakan hukum bagi pihak yang melakukan pencemaran

Tindakan ini harus dilakukan sebagai sebuah tekanan untuk memaksa pihak pengusaha supaya memperhatikan dampak usaha mereka terhadap kelestarian lingkungan hidup.

3.    Menetapkan wilayah kawasan industri dalam rancana tata ruang wilayah
kabupaten.


Penetapan ini disesuaikan dengan kesesuaian wilayah dan penetapan kawasan yang harus dilindungi, sehingga diharapkan penggunaan lahan untuk kebutuhan industri tidak merusak kawasan-kawasan yang memang ditetapkan sebagai kawasan yang harus dilindungi kelestarinnya, seperti sungai-sungai yang ada di Lampung Tengah.

Dalam tata ruang wilayah kabupaten ini juga harus ditetapkan ambang batas limbah yang bisa dibuang ke badan sungai yang ada di Lampung Tengah. Penetapan ini dimaksudkan untuk melihat berapa kemungkinan jumlah pabrik yang diperbolehkan membuang limbahnya ke badan sungai serta baku mutu limbah yang diperbolehkannya.

4.    Memberikan informasi lingkungan kepada masyarakat

Pemberian informasi lingkungan kepada masyarakat sangat penting dilakukan, di samping hal tersebut merupakan hak masyarakat, juga ini akan sangat mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman perusakan dan pencemaran lingkungan.

Agenda-agenda tersebut harus segera dilakukan untuk mencegah semakin tingginya angka pencemaran yang diakibatkan limbah industri. Koordinasi seluruh instansi dan pihak-pihak yang terkait sangat diperlukan untuk bisa melaksanakan pekerjaan besar tersebut. Karena harus disadari bahwa persoalan lingkungan merupakan persoalan kita bersama, dan merupakan kewajiban bagi kita untuk mewariskan sumber daya alam kita kepada generasi mendatang dalam kondisi yang baik.

Bandar Lampung, 1 November 2000

1 komentar:

  1. Bandar Lampung, 1 November 2000.
    bagaimana kondisinya saat ini (2011) yah?

    BalasHapus